Beberapa waktu yang lalu kami melakukan perjalanan umroh di
bulan suci Ramadhan. Perjalanan ini sungguh meninggalkan kesan yang indah dan
menyejukkan bagi kami, sehingga ingin rasanya diulang setiap tahun.
1. PERSIAPAN DI TANAH AIR
Karena baru pertama kali, tentu saja kami sempat
berlama-lama mencari travel mana yang kelihatannya paling baik tapi juga paling
murah dari segi biaya. Dari paket-paket yang umumnya disediakan, ada yang mahal
seperti paket umroh sepertiga akhir Ramadhan atau paket umroh plus Turki dan
sebagainya. Tapi kami tetap fokus mencari yang termurah dan masuk akal.
Awalnya kami tertarik ikut program Optimasi Umroh yang
diadakan oleh sebuah biro travel. Sudah bayar penuh, melengkapi persyaratan dan
lain-lain, kami pun mengikuti acara manasiknya. Peserta waktu itu cukup banyak,
mungkin tertarik dengan konsep yang ditawarkan, dan mungkin juga karena
biayanya yang sangat murah. Acara dimulai dari pagi, peserta pun cukup
bersemangat. Namun di akhir acara panitia mengumumkan bahwa jadwal keberangkatan
terpaksa ditunda karena visa yang tidak kunjung turun dan bangkrutnya salah
satu maskapai penerbangan nasional yang sedianya akan dipakai. Panitia
menawarkan jadwal baru, tapi di kemudian hari kami lebih memilih untuk batal
dan menarik uang kami kembali.
Dari pengalaman ini, kami coba menarik kesimpulan bahwa
untuk urusan ke tanah suci, jangan terlalu percaya kepada biro travel, apa lagi
yang masih baru. Lalu kami pun mencari biro yang lain. Dari hasil browsing,
maupun rekomendasi teman, kami pilih satu biro travel yang sudah berdiri sejak
tahun 1978 di daerah Jatibening, Bekasi. Kami pilih paket yang termurah (paket
9 hari) dan melengkapi persyaratan. Adapun persyaratan yang biasanya harus
dilengkapi untuk perjalanan umroh adalah:
-Setor Dana: tentu saja akan dipakai untuk membayar tiket
pesawat, hotel, visa dan sebagainya. Semua diatur oleh biro travel.
-Passport: Paspor itu minimal masih berlaku hingga 6 bulan
ke depan (menurut kami, kalau sudah akan habis masa berlakunya dalam 7-8 bulan
ke depan, mending perpanjang lagi dulu ke Imigrasi. Khusus cara perpanjang
paspor akan kami tulis di blog ini juga).
-Sertifikat Vaksinasi Meningitis: karena termasuk kawasan
rawan Meningitis (penyakit radang otak) kita wajib divaksinasi Meningitis.
Tanyakan ke pihak biro travel bagaimana cara memperolehnya. Sertifikatnya
berlaku sampai 2 tahun.
-Pasfoto: diperlukan untuk pengurusan visa dan lain-lain.
-Fotocopy KTP, KK, Buku Nikah: buku nikah dibutuhkan hanya
untuk yang ambil paket hotel sekamar suami istri.
Apa kesan kami dari biro travel ini:
-Kelihatannya cukup berpengalaman menangani travel umroh
maupun haji. Tapi soal profesionalitas mungkin berbeda. Seperti biasa, ternyata
visa juga tertunda. Bukan hanya sekali, malah berkali-kali. Untungnya petugas
yang memberitahu kami soal ini cukup telaten melayani pertanyaan dan kekecewaan
kami.
-Mulanya agenda umroh kami dimulai dari Madinah, lanjut ke
Mekkah, lalu pulang lewat Jeddah. Namun akhirnya berubah jadi dari Madinah
langsung ke Mekkah, lalu balik ke Madinah, lalu pulang lewat Jeddah. Jauh lebih
melelahkan karena jarak Mekkah maupun Jeddah ke Madinah sekitar 6 jam pakai
bis. Biro travel beralasan bahwa gara-gara visa telat, umroh kami yang
sebelumnya reguler berubah jadi umroh Ramadhan, sehingga biaya hotel meningkat
dan mereka menghindari biaya hotel yang tinggi di Mekkah saat sepertiga akhir
Ramadhan. Capek juga.
-Tiap orang berhak mendapatkan paket perlengkapan berupa
koper ukuran sedang, tas kecil untuk membawa perlengkapan sholat, mukena bagi
perempuan, kain ihram dan ikat pinggang bagi laki-laki. Selain itu ada pula
bahan kain batik yang harus kami bawa ke penjahit untuk seragam kami. Kami pun
sebelumnya sudah sempat belanja di pasar sehingga ada beberapa perlengkapan
yang jadi double, seperti kain ihram.
-Ketika berangkat dari bandara Soekarno Hatta, kami hanya
diantar sampai check-in, setelah itu kami mengurus diri masing-masing hingga
sampai di bandara Madinah. Mungkin karena rombongan kami kecil, jadi tidak
disediakan pembimbing khusus. Lain kali kami lebih suka cari travel umroh yang
pembimbingnya ikut bersama rombongan dari mulai berangkat sampai pulang ke
tanah air.
-Transportasi yang disediakan biro travel sebenarnya sangat
memadai. Tapi bis kami sempat pecah ban dalam perjalanan dari Madinah ke Jeddah.
Lumayan membuang waktu untuk menunggu bis pengganti.
-Hotel kami di Mekkah mungkin sekitar 800 meter jaraknya
dari pintu Masjidil Haram. Sedangkan yang di Madinah jaraknya sedikit lebih
dekat ke Masjid Nabawi. Mungkin karena harus menyesuaikan dengat anggaran juga.
Jadi kami agak maklum. Jarak jadi pertimbangan bagi sebagian jamaah mengingat
udara yang panas di siang hari. Kalaupun ada angin, anginnya membawa hawa panas
pula. Bagi kami, apa lagi yang terbiasa dengan panas teriknya kota Surabaya dan
Jakarta, tak masalah sama sekali.
-Di hotel, karena bulan puasa, kami dapat jatah makan sahur
dan makan berbuka. Pilihan makanan Indonesianya cukup baik. Ternyata pihak biro
travel punya juru masak dari Indonesia yang cukup jago.
Secara umum, biro travel yang berpengalaman pun tidak bisa
menjamin bahwa perjalanan umroh kita akan nyaman. Niat yang ikhlas sejak
melangkahkan kaki dari rumahlah yang akan jadi sumber kenikmatan saat tinggal
di tanah suci dan beribadah disana.
Labbaika Allahumma Labbaika. Kami tiba di bandara Madinah
malam hari. Bandaranya masih baru dan sepertinya tidak begitu besar. Kami
sempat sholat dulu disini. Baru kemudian antri imigrasi dan bagasi. Melihat
kesemrawutannya jadi ingat tanah air lagi. Keluar dari bandara, udara khas
tanah Arab langsung terasa: siangnya panas, malamnya hangat, bahkan angin pun
hangat hawanya. Hangat, seperti kalau kita berjalan di dekatnya mesin yang
bahan bakarnya solar. Disini kami bertemu dengan ustad yang akan membimbing
kami yang lalu membawa kami ke bis langsung menuju Mekkah. Kami sempat makan
dulu di bis. Lalu Pak Ustad meminta kami untuk bersiap-siap ambil miqat di Bir
Ali. Disini jamaah protes karena pihak biro travel di tanah air sebelumnya
tidak memberitahu bahwa begitu sampai Mekkah kita akan langsung umroh. Setelah
protes mereda, akhirnya jamaah pun legowo. Terpaksa agak repot bongkar-bongkar
koper dulu di masjid Bir Ali.
Di masjid Bir Ali kami mandi lalu langsung mengenakan
pakaian ihram. Untuk perempuan cukup pakaian yang menutup aurat dan bisa
dipakai untuk sholat. Bagi laki-laki, hanya boleh dua lembar kain saja (no
underwear), tanpa jahitan, untuk menutupi aurat. Sebagai penguat lipatan kain,
terutama bagian bawah, bisa digunakan ikat pinggang. Setelah sholat sunnah dua
rakaat di masjid Bir Ali, kami naik bis lagi, dan Pak Ustad membimbing kami
untuk berihram dengan membaca talbiyah ihram.
Lalu kami memperbanyak membaca talbiyah sepanjang
perjalanan, dan menyempatkan tidur. Setiba di kota Mekkah, azan Subuh dari
Masjidil Haram pun terdengar. Sebagian jamaah hanya sempat minum dan makan roti
seadanya untuk sahur. Dimulailah hari pertama berpuasa di Mekkah, tanpa sahur
yang memadai. Tak apalah, yang penting niat yang kuat. Sampai di hotel, kami
masuk ke kamar masing-masing, sholat subuh berjamaah di hotel, lalu
menyempatkan untuk istirahat sedikit, buang air, dan sebagainya. Jam 7 pagi,
ambil wudhu lagi, lalu Pak Ustad membawa kami untuk pertama kalinya menuju
Masjidil Haram.
Jalanan menuju Masjidil Haram cukup ramai oleh kendaraan maupun
jamaah baik yang baru datang maupun pulang. Begitu sampai di U-turn dekat
gerbang di sebelahnya mall/hotel Grand Zamzam, suasana tambah ramai (disini ada
lapangan yang dihinggapi banyak burung merpati. Banyak perempuan berwajah
Afrika menjual makanan burung bagi jamaah yang ingin memberi makan
burung-burung merpati disana). Talbiyah selalu kami ucapkan.
Lalu kami tiba di pintu Masjidil Haram yang dipenuhi jamaah
baik keluar maupun masuk. Tidak lupa, langsung keluarkan plastik kresek untuk
menyimpan sandal di tas. Masjidil Haram dipenuhi oleh orang yang i'tikaf.
Hampir semua bagian sudah penuh jamaah. Ada yang shalat, tilawah, ngobrol, dan
tidur. Kami langsung ambil posisi yang enak, lalu sujud syukur. Alhamdulillah,
menginjakkan kaki di depan Ka'bah untuk pertama kalinya.
Masih sekitar jam 7 pagi, dan panas mentari sudah menyengat.
Kami memulai proses umroh dengan thawaf: mengelilingi Ka'bah sebanyak 7
putaran, diawali dari salah satu pojok Ka'bah yang sejajarnya ditandai dengan
lampu hijau. Segera saja kami berdua terpisah dari rombongan karena ramainya
jalur thawaf. Pada beberapa bagian kami juga mesti berdesakan dengan jamaah
lainnya, dan tentu saja mesti sedikit mengalah mengingat postur badan orang
Indonesia kalah gede dibanding orang Arab, Afrika, India. Di awal posisi start
thawaf, sunnahnya kita mengangkat tangan ke arah Hajar Aswad sambil mengucapkan
'Bismillahi wallahu akbar '. Lalu berjalan terus melintasi Maqam Ibrahim,
(hanya bisa mengintip dari kaca sangkar penutupnya saja), kemudian melintasi
Hijir Ismail (susah sekali dan tidak bisa masuk ke dalam diantara tembok Hijir
Ismail dan dinding Ka'bah karena padatnya jamaah), lalu terus bergerak memutar
sampai bertemu dengan posisi start kembali, dan membaca 'Bismillahi wallahu
akbar' lagi. Begitu seterusnya sampai 7 putaran.
Setelah selesai, kami menyingkir dari arus thawaf agak
menjauh dari Ka'bah tapi masih di depannya Maqam Ibrahim (posisi Maqam Ibrahim
berada diantara posisi kami dan Ka'bah). Disana kami shalat sunnah 2 rakaat dan
berdoa yang banyak.
Kemudian kami beranjak menuju jalur sa'i. Jalur sa'i
sebenarnya dekat sekali, masih dalam kompleks Masjidil Haram. Hanya saja,
karena aktifitas pembangunan Masjidil Haram yang ada dimana-mana, kami agak
bingung sehingga mesti muter-muter dulu baru ketemu bukit Shafa (tidak seperti yang dibayangkan, biarpun masih disebut bukit, tapi tidak terasa terlalu tinggi).
Proses sa'i dimulai dari bukit Shafa dan berakhir di bukit Marwa. Di kedua
bukit itu kita berdoa dengan bacaan yang dituntunkan. Lalu jamaah mesti jalan
sebanyak 7 kali bolak-balik, dari Shafa ke Marwa ataupun dari Marwa ke Shafa
dianggap satu kali. Jadi sebenarnya secara matematis sai itu hanya 3.5 putaran
saja. Di antara kedua bukit ada bagian jalur yang ditandai dengan lampu hijau,
disini jamaah laki-laki disunnahkan untuk berlari sambil membaca doa yang
dituntunkan. Di sepanjang jalur banyak pilar-pilar yang jadi tempat favorit
jamaah yang ingin beristirahat, dan banyak pula keran air zamzam bagi yang
ingin menyegarkan diri (karena bulan puasa, mestinya jangan diminum di siang
hari, hehe).
Sa'i berakhir di bukit Shafa, dan kami menutupnya dengan
memotong rambut. Selesailah umroh pertama kami ini. Dan istimewanya di bulan
puasa pula. Kami menyempatkan diri melihat-lihat beberapa bagian Masjidil Haram
yang sedang mengalami renovasi cukup besar. Selain polisi yang jumlahnya memang
banyak, tentu banyak pula pekerja konstruksi dimana-mana, dan crane didirikan
dimana-mana. Setelah itu kami kembali melintasi lautan manusia yang lalu-lalang
di pelataran Masjidil Haram, kembali menuju hotel.
3. MADINAH
Setelah beberapa hari di Mekkah, dan sempat umroh 2 kali,
kami pindah ke Madinah. Saat itu sebentar lagi masuk 10 hari terakhir Ramadhan.
Begitu membereskan bawaan di hotel, hari sudah sore, kami langsung melangkah
menuju Masjid Nabawi. Hotel kami jaraknya sekitar 2 blok dari pintu gerbang
masjid (2 kali menyeberangi jalan). Di sepanjang trotoar yang juga merupakan
emperan hotel berbintang, banyak sekali pedagang yang ternyata nanti semakin
malam semakin ramai.
Begitu masuk halaman masjid, sudah banyak tikar plastik
terhampar dan orang duduk di depan makanan. Saya dan istri berpisah tempat, dan
belum sampai pintu masjid saya sudah ditarik-tarik oleh seorang remaja Arab
yang sok akrab dan mengajak saya masuk ke dalam masjid, ke tempat dimana
teman-temannya sudah berkumpul. Ternyata banyak sekali remaja seperti dia yang
tugasnya mengajak para jamaah untuk duduk berbuka puasa di salah satu sudut
masjid yang mereka 'kuasai'. Mungkin keluarganya ikut menyumbang makanan untuk
berbuka puasa di masjid sehingga anak ini bertugas memastikan makanan sumbangan
mereka ada yang mengkonsumsi. Saya senang-senang saja. Yang disuguhkan
sebenarnya sudah standar, biarpun lebih 'mewah' dibanding yang saya rasakan di
Masjidil Haram. Yoghurt, roti, zamzam, kurma, dan kacang.
Selama sekitar 3 malam di Madinah, inilah yang kami lakukan:
Sahur di hotel, sholat lima waktu dan tarawih di masjid, baca Quran, buka puasa di masjid, tidur di
hotel, dan belanja di toko dan kaki lima sekitar masjid. Banyak sekali toko
perhiasan di sekitar masjid, selain toko suvenir dan toko pakaian. Tapi untuk
urusan oleh-oleh, kami pilih Bin Dawood. Supermarket ini punya cabang di dekat
2 masjid penuh berkah: Haram dan Nabawi.











Pengalaman yang layak untuk dibagi
ReplyDeletepasti rindu untuk kembali ya mba?